Ternyata, Jakarta Itu Bener-Bener LUAS!
Minggu, 6 September 2015 – Ceritanya aku dan satu kawanku –
Nurul, pergi ke ibu kota, Jakarta untuk mengunjungi Indonesian International
Book Fair tepatnya di wilayah Parkir Timur komplek Gelora Bung Karno, gedung
Jakarta Convention Centre. Kami sengaja mengunjungi dengan maksud untuk “ingin
tahu” seperti apa acara pameran buku yang diselenggarakan di Jakarta saat itu
yang biasa digelar setiap tahunnya, dan baru kali ini berkesempatan untuk
datang ke sana. Dan ternyataaaaaa ada banyak cerita sebelum sampai di tempat
tujuan!
Pertama - Kami menaiki kereta dari Stasiun Bogor hingga sampai
di Stasiun Tanah Abang, karena menurut pencarian kami pada google map bahwa gedung
JCC (Jakarta Convention Centre) itu ada di kelurahan Tanah Abang. Atas alasan
itu, kami percaya pada mbah google dan sampailah di Stasiun Tanah Abang, dari
keberangkatan sekitar pukul sebelas siang dan sampai di sana kira-kira jam
setengah satu. Kami berhenti di Stasiun Tanah Abang, dan berusaha mencari bus
yang menurut google itu naik di antara fly
over dekat Stasiun Tanah Abang, kami pun menemukannya, namun selang
setengah jam kami tak jua menemukan nomor bus yang dituju. Terpaksa kami
menaiki kendaraan bajaj. Dengan berbahan bakar gas, sopir bajaj siap mengangkut
kami yang katanya sampai tujuan di Tamrin dekat komplek Gelora Bung Karno, JCC. Tak
lama kemudian bajaj berjalan, lalu bapak sopir bajaj itu menurunkan kami dan
menunjukkan tempat yang kami pinta sebelum naik bajaj. Dengan senang hati kami
turun dan memandangi sebuah gelung perbelanjaan yang bernama “Jakarta Tamrin
City”. Tanpa berpikir panjang kami memasuki gedung itu, lebih tepatnya Mall. Kami
mencari tempat pameran buku yang dimaksud, tapi yang ada hanya pameran galeri
atau furniture untuk kebutuhan rumah tangga. Hingga kami bertanya kepada satpam
wanita dan receptionist yang berjaga di depan mall, dan katanya “Di sini ga ada
pameran buku.” Aku dan Nurul bertatap pandang, dan bertanya-tanya “Apa kita
salah alamat? Kok gedungnya engga sama kaya di gambar google? Pantesan aja ga
ada tanda-tanda pameran buku.” Setelah itu kami di sana dapat hikmah untuk
melaksanakan shalat zuhur dan melanjutkan kembali perjalanan untuk mencari
pameran buku internasional itu. Semangat!
Kedua – Setelah kami beranjak dari JTC (Jakarta Tamrin City)
yang dimaksud oleh tukang bajaj sebagai tempat pameran dan ternyata bukan
pameran buku yang berada di Jakarta Convention Centre (JCC) tapi pameran perabot rumah tangga, kami segera
bergegas melangkah dan tak lupa kami memakan sepotong roti rasa coffee yang
wanginya tercium hingga lantai 3 mall, setidaknya menganjal perut yang mulai
memainkan keroncongnya. Sembari memikirkan perbedaan JTC dengan JCC. Wah, salah
kaprah tukang bajaj ini! Hmm
Di depan Mall JTC, kami lagi-lagi mencari alamat pada google,
dan memastikan bertanya pada orang sekitar. Setelah kami mengetahui alamatnya
dan tak ada kendaraan menuju ke sana selain bajaj lagi, kami terpaksa
menaikinya meski dengan ongkos yang melebihi ongkos angkutan umum di Bogor. Tidak
ada cara lain, jika naik Go-Jek kami takut berpencar, akhirnya bajaj mejadi
andalan yang kedua.
Waktu terus berjalan memasuki pukul setengah tiga menjelang
sore. Kami masih di dalam bajaj, dan kami percaya bahwa sopir kali ini
benar-benar tahu alamat yang kami tuju. Dan setelah melewati beberapa
gedung-gedung ternama di Jakarta, kami pun diberhentikan di suatu tempat yang
katanya ini adalah tempat pameran juga. Kami berjalan, dan mulai ditinggalkan
bajaj yang kembali arah karena jalan yang lebar tidak boleh dilalui oleh bajaj,
itu khusus untuk kendaraan pribadi dan kopaja atau sejenisnya, tidak untuk
bajaj. Kami menuruti perkataan sopir bajaj itu, dan berjalan lurus di trotoar.
Di sana kami dapati gedung-gedung bertingkat yang seperti pernah kamilihat di
televisi, kemudian ada pembangunan jalan yang nampaknya butuh waktu lama untuk
selesai, lalu ada gedung-gedung yang masih dalam tahap proyek pembangunan.
Sepanjang jalan kami hanya berdua, ditemani angin yang menyapu wajah kumal kami
di tepi jalan. Sepiii sekali. Selebihnya hanya kendaraan lewat. Dan di
persimpangan kami menemukan seorang pembersih jalan yang sedang menyapu
daun-daun kering, kami bertanya tentang keberadaan JCC bukan JTC, namun katanya
ia baru saja tinggal di Jakarta dan belum tau apa-apa. Lalu kami melanjutkan
jalan kaki, dan sesampainya di sebuah tempat ada satpam kami pun bertanya, dan
ia menunjukkan arah jalan yang menyuruh kami menyeberangi jalan terlebih dulu
kemudian naik “kopaja nomor apa saja”, itu yang kami ingat.
Kami menuruti, menaiki penyeberangan jalan yang tergantung
dengan dua kaki tangga, melewati anak-anak tangga dan melihat keramaian
kendaraan ibu kota, terasa udara polusinya, dan tak ada satu pun orang yang
kami kenal. Setelah kami melalui jembatan penyeberangan, lalu kami menunggu
beberapa saat menanti kopaja datang, teringat kata pak satpam tadi bahwa kami
naik “kopaja dengan nomor apa saja” dan akan sampai di tujuan.
Kami menunggu di antara sebuah bangku, bukan halte, tapi
hanya tempat menunggu. Selang beberapa saat, kami menemukan satu kendaraan
berwarna merah, kami naiki. Ucap syukur ketika telah naik kendaraan itu. Alhamdulillah, tepat pada azan ashar
kami masih di dalam kendaraan itu. kami masih ingat akan petunjuk pak satpam
sebelum naik kendaraan, “naik kopaja nomor apa saja.” Tetapi, yang kami naiki
ternyata bukanlah kopaja, melainkan metro mini! Kami panik.
Di dalam metro mini kami tak bisa diam mulut dan tak bisa
diam berpikir. Kemudian apa yang kami dapati di dalamnya? Seisi metro mini
ramai, ada penumpang yang merasa tercopet gadgetnya. Lagi-lagi kami panik!
Ingin segera turun dari metro mini ini, tapi kami tak tahu jalan. Penumpang
yang tercopet itu berteriak, laki-laki memang, sehingga membuat keributan dalam
metro mini. Kami ketakutan, tak berani memeriksa seisi tas sendiri, kami hanya
ingin turun dari kendaraan pencopet ini! Namun akhirnya para gerombolan
pencopet itu berhasil membawa sebuah gadget atas sekongkolan kawannya sekitar 6
orang kemudian mereka turun bersama, dan tersisa penumpang metro mini hanya 4
orang, termasuk aku dan Nurul. Kami benar-benar panik dan tak tahu arah kemana
metro mini ini tertuju.
Ketiga–Sempat putus asa. Setelah dua kali salah arah bahkan
bisa dibilang tersesat padahal kami sudah bertanya ke sana kemari. Kami hanya
mampu berdo’a “Ya Allah, tunjukkanlah jalan-Mu yang lurus.” Tidak mungkin kami
memberhentikan perjalanan setelah berlelah berjuang mencari tempat yang dituju.
Kami harus lanjutkan perjalanan ini!
Turun dari metro mini dengan rasa penyesalan yang mendalam
karena ketoledoran kami yang terburu-buru untuk sampai tujuan sehingga yang
harusnya naik “kopaja nomor apa saja” tapi malah naik metro mini merah yang
disarangi para pencopet! Astaghfirullah..
Tak lama, kami bertanya pada kernet angkutan metro mini
berwarna merah yang berhenti mengajak kami menaikinya, masih mirip seperti
sebelumya tapi hanya nomornya yang berbeda, kemudian kami naik dan lagi-lagi
kami hanya menuruti meski masih dalam trauma. Si kendaraan merah itu membawa
kami.
Sepanjang jalan kami memandangi samping kanan dan kiri dari balik
jendela, betapa banyak gedung-gedung kementerian yang kami lewati, dari gedung
kementerian perindustrian hingga ketenagakerjaan, bahkan berbagai markas
stasiun televisi telah kami lewati. Namun kami hanya membisu, diam, capek, dan
berharap tak lagi salah naik kendaraan.
Tepat pukul 4 sore, kami turun di sebuah halte dan di
seberang jalan kami membaca “Parkir Timur” dan benar saja inilah tempat yang
kami tuju! Alhamdulillaaah..
Berjalan, berjalan, dan berjalan hingga sampai tujuan, kami
masuki gerbang dan membaca map lingkaran Gelora Bung Karno, kemudian kami
dapati tulisan “Jakarta Convention Centre” beserta petunjuk jalannya. Yeah kami
sampai! “Ayo Rul, semangaaaat!” kami hanya bisa tersenyum dan sedikit tertawa
atas kekonyolan perjalanan kami. Wkwkwkw ini belum berakhir.
Keempat – Masih berlanjut cerita kami. Setelah sampai di dalam
JCC bukan JTC lagi yang dimaksud sopir bajaj, kami tercengang melihat keramaian
orang di dalamnya, karena memang hari itu tepat hari terakhir pameran buku
internasional itu ditutup. Dan kami sampai dengan hati gembira dan suka cita.
Ya, suka cita meski di dalamnya bergumul kesal. Tiada ugkapan kata selain ucap Alhamdulillaaah… kita melaksanakan
shalat ashar di sana dan segera mengelilingi yang disebut pameran buku
internasional itu (IIBF).
Buku-buku yang dipamerkan di sana ada dari berbagai negara,
mulai dari Malaysia, Korea Selatan, China, Singapure, Inggris, dan masih banyak
lagi, ya namanya juga internasional, bukunya pula dari seluruh penjuru dunia,
meski tak seluruhnya ada.
Kami memilah-milih buku, kesana kemari, seperti tak ada yang
membuat kami selera. Hanya menikmati hilir mudik orang meminta tanda tangan
penulis dan mengahdiri work shop. Kami benar-benar tak berselera untuk
melakukan hal yang sama. Kami hanya ingin pulang.
Hanya kurang lebih setengah jam kami di sana, di Indonesian
International Book Fair itu. tak sebanding dengan perjalanan panjang kami
sedari lima jam yang lalu mencari temapt tujuan. Fyuuh! Hanya lelah saja, tapi
rasa “ingin tahu” kami terpecahkan juga!
Kami percaya, bahwa “Setelah kesulitan, akan ada dua
kemudahan, asal berada di jalan-Nya”.
Dan kami baru tahu bahwa inilah namanya “Berpetualang”!
Meski hanya dua dara pun tetap jadi, jangan pandang kami
sebelah mata. Jiwa tangguh tetap ada pada diri seorang wanita.J
Ada satu pelajaran yang berkesan yang kami dapat setelah perjalanan
ini dan tak mungkin terlupakan, yaitu “Lakukan sesuatu dengan niat yang baik,
tidak tergesa-gesa, tidak malu bertanya, dan ikuti petunjuknya.” Karena rasa
ingin tahu tidak ada habisnya! Bukan begitu?
Semoga bermanfaat! Jangan ikut tersesat yaaaa :D
Sebenernya masih ada cerita bagian kelima, yaitu ketika kami
beranjak pulang ke rumah menaiki kopaja hijau (lupa nomornya) ke arah Stasiun Manggarai.
Setelah naik, kami masih berpikir bahwa jakarta itu bener-bener luas, namun
ternyata Jakarta itu masih dibilang sempit, yaitu ketika “Kopaja yang kami
naiki untuk pulang sama dengan yang kami naiki ketika kami baru datang.”
Bertanya-tanya dalam hati. “Kok kernetnya sama?” Sekian.
31/10/2015 – 10.09 Pm
Komentar
Posting Komentar