Dialog Nabi Muhammad SAW dengan Malaikat Izrail
‘Abdullah Ibnu ‘Abbas r.a
meriwayatkan, bahwa sepulang dari mengimami shalat Shubuh terakhirnya,
Rasulullah SAW langsung dipapah berjalan menuju ke tempat tidur.
Sementara
itu, kepada malaikat ‘Izrail Allah SWT berfirman:
“Hai
‘Izrail, hampirilah kekasihKu dengan sebaik-baik rupa, cabutlah ruhnya dengan
penuh kehalusan, dan masuklah ke rumahnya dengan memohon izin! Jika diizinkan,
masuklah! Jika tidak, kembalilah!”
Malaikat
‘Izrail turun dengan rupa seperti Arab Badui (orang kampung). Ia menghampiri
rumah Nabi seraya mengucapkan salam: “Assalamu’alaikum wahai penghuni rumah
Nabi dan sumber risalah! Bolehkah aku masuk?”
Fatimah
ertanya: “Hai Fulan, ketahuilah bahwa Rasulullah sedang sibuk dengan sakitnya!”
‘Izrail mengulangi salamnya: “Assalamu’alaikum ya Rasulallah dan penghuni rumah
Nabi! Bolehkah aku masuk?”
Rasulullah
SAW bertanya: “Hai Fatimah, siapa dia?” Jawabnya: “Ayah, ia seorang Badui. Dan
sudah kukatakan kepadanya bahwa ayah sedang sibuk dengan sakitnya. Lalu ia
mengulang salamnya yang ketiga kali seraya memandangiku tajam-tajam, sehingga
membuatku gemetar, terasa kecut nyaliku dan hampir putus tulang-tulang
sendiku!”
“Tahukah
kamu siapa dia, wahai Fatimah?” tanya Rasulullah SAW. “Tidak, wahai ayah,”
jawab Fatimah. “Ketahuilah wahai putriku, dialah malaikat yang mencabut semua
kelezatan, memutuskan syahwat, memisahkan sebuah perkumpulan, memusnahkan para
penghuni rumah, dan meramaikan penghuni kubur!”
Fatimah
menjerit histeris seraya berkata: “Aduhai celaka! Kematian Nab akhir zaman
telah diambang pintu! Bencana besar dengan wafatnya orang yang paling bertakwa!
Terputuslah orang-orang yang suci dari pemimpinnya! Kita tidak akan mendengar
lagi turunnya wahyu! Aku akan terhalang dari mendengar nasihatmu, wahai ayah!
Aku takkan mendengar lagi ucapan salammu setelah hari ini!”
“Jangan
menangis wahai putriku! Engkaulah keluargaku yang pertama kali akan
menyusulku!” sabda Rasulullah SAW. Lalu beliau mempersilakan ‘Izrail seraya
bersabda: “Masuklah wahai Malaikat maut!”
‘Izrail :
“Assalamu’alaika ya Rasulallah!”
Nabi : “Wa’alaikumussalam, wahai Malaikat maut!
Engkau datang untuk berkunjung ataukah mencabut nyawa?”
‘Izrail : “Aku
datang untuk berkunjung sekaligus mencabut nyawa. Jika engkau izinkan, aku akan
masuk. Jika tidak, aku akan pulang!”
Nabi : “Hai
Malaikat maut, di manakah Jibril engkau tinggalkan?”
‘Izrail : “Ia kutinggalkan di langit dunia, da para
malaikat sedang menghormatinya di sana!”
Selang
beberapa saat, malaikat Jibril as pun turun dan langsung duduk di sisi kepala
Rasulullah SAW. maka beliau bertanya:”Hai Jibril, tahukah engkau bahwa ajalku
sudah dekat?”
Jibril : “Ya,
ada apa?”
Nabi :
“Katakanlah, kemuliaan apa yang bakal menyenangkan hatiku di sisi Allah?”
Jibril : “Sungguh, pintu-pintu surga telah terbuka,
para malaikat telah berbaris rapi menantimu di langit, dan para bidadari pun
telah berdandan menantimu di surga!”
Nabi :
“Alhamdulillah! Lalu bagaimana dengan umatku di hari kiamat?”
Jibril : “Allah telah berfirman, sungguh telah Kularang
para Nabi masuk surga sebelummu dan telah Kularang umat para Nabi masuk surga
sebelum umatmu!”
Nabi : “Kalau
begitu, maka tenanglah hatiku.”
Kemudian
Nabi SAW bersabda: “Wahai Malaikat maut, kemarilah!” Maka ‘Izrail pun
menghampiri beliau dan mulailah mencabut ruh beliau. Sesampainya ruh di pusar,
beliau bersabda: “Hai Jibril, tahukah engkau bagaimana pedihnya kematian?”
Mendengar
pertanyaan itu Jibril memalingkan wajahnya. Maka Nabi SAW bertanya: “Hai
Jibril, apakah engkau tidak suka melihat wajahku?” Jawabnya: “Wahai kekasih
Allah, siapakah yang sampai hati melihat wajah seseorang yang sedang sakaratul
maut?”
Anas
bin Malik berkata: Ketika ruh Nabi SAW ampai di dada, beliau bersabda: “Aku
wasiatkan kepada kalian, jagalah shalat dan semua kewajiban kalian!” Beliau
terus mengulangi ucapan wasiatnya ini berulang kali hingga putuslah ucapannya.
Sementara
itu Ali bin Abi Thalib berkata: “Saat Rasulullah SAW tiba ajalnya, beliau
sempat menggerakkan bibirnya dua kali. Dan ketika aku tempelkan telingaku,
ternyata beliau bersabda pelan: Umatku.. umatku.. Akhirnya, beliau
menghembuskan nafas terakhirnya pada hari Senin bulan Rabi’ul Awwal.”
Innaa
lillaahi wa innaa ilaihi raajiuun…! []
Dipetik dari sebuah buku yang
berjudul “Kisa-kisah Teladan Di Bulan Mulia”, yang ditulis oleh M. Nipan Abdul
Halim, 2006, halaman 175-180.
Komentar
Posting Komentar