Jangan Berhenti, Hujan!
Kamis – Sore itu keadaan langit
terlihat mendung. Segumpal awan hitam yang mengembung di angkasa bersiap
menumpahkan isi dalam kandungannya. Kemudian diikuti kilatan putih menembus
awan, menyisakan garis putih memanjang dan semua orang berteduh ketakutan.
Tetapi tidak bagi mereka, langkah kaki
kecil yang tak menghiraukan si awan kelam menghadang. Tak peduli seberapa banyak
rintik-rintik berjatuhan, membasahi koyah kecil yang dibordir dan kerudung
berbunga imutnya.
Mereka masih semangat melantunkan satu
demi satu huruf yang baru dikenalinya. “A, Ba, Ta, Tsa, Ja, Ha, Kho…” Sambil
menunggu hujan, pun menunggu jemputan untuk kembali pulang.
“Yuk, kita baca do’a hujan dulu, supaya
hujannya cepat berhenti.” Setelah selesai melantunkan huruf arab itu dengan
nada seadanya, suara kecil yang berlomba dengan suara hujan, kemudian seorang
wanita yang tengah duduk bersandar di dinding bercat putih itu mengajak
anak-anak untuk membaca do’a yang belum lama dihafal oleh muridnya.
“Jangan baca do’a hujan bu guru!” Moren
berteriak sembari membenarkan kopyah putih di kepalanya.
Kemudian diikuti Alika, “Iya bu guru,
jangan baca do’a hujan, soalnya kita mau hujan-hujanan.”
“Sama aku juga bu guru, kalau baca do’a
nanti hujannya berenti terus kita ga bisa hujan-hujanan.” Wajah lugu Aina turut
mendukung dua kawannya yang meminta untuk tidak membaca do’a hujan. Sejenak
guru berkerudung merah marun itu terdiam, berpikir, betapa kata-kata yang telah
diucapkannya menimbulkan pemahaman yang berbeda dengan dunianya.
“Ya sudah, kita tetap baca do’a hujan
ya dan memohon agar hujannya bermanfaat. Supaya kalau semua hujan-hujanan nanti
engga sakit, dan besok bisa ngaji lagi. Setuju?” Setelah sejenak berpikir dan
menemukan jalan pintas atas arti do’a hujan, akhirnya mereka menyetujui dan
serentak membaca do’a untuk hujan.
“Allahumma shoyban naafi’a.” Semua
anak-anak telah hafal dan tak ada yang membiarkan diam kedua belah bibirnya.
***
Alur pemikiran yang tak disangka-sangka
dapat membuat satu titik terang tentang kehidupan anak-anak, bahwa mereka tak
peduli akan dirinya dan membiarkannya dalam kesenangan – bermain bersama hujan.
13 Oktober 2015 – 21.56 Pm
Komentar
Posting Komentar